Ibnu Abdil Barr mengatakan bahwa para sejarawan berbeda pendapat mengenai nama Ummu Sulaim yang sebenarnya, apakah namanya Sahlah, Rumailah, Rumaitsah, Unaifah, ataukah Mulaikah? Akan tetapi, yang jelas julukannya ialah Rumaisha' atau Ghumaisha'.1)
Ia termasuk salah satu wanita penghuni Jannah, sebagaimana tersirat dalam hadits : Dari Jabir Rodhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasalam bersabda, "Ketika aku masuk Jannah, tiba-tiba aku melihat di sana ada Rumaisha', isteri Abu Thalhah." (HR. al-Bukhari).
Dalam hadits Anas Rodhiallahu 'anhu dikatakan, bahwa ketika masuk Jannah, Nabi Sholallahu 'alaihi wasalam mendengar suara terompah seseorang. "Suara siapa ini?" tanya beliau. Kata para malaikat, "Itu adalah suara Ghumaisha' binti Milhan, ibunda Anas bin Malik." (HR. Muslim no 3403; Muslim no 4494)
Ummu Sulaim termasuk wanita yang cemerlang akalnya. Selain cerdas, ia juga penyabar dan pemberani. Ketiga sifat mulia inilah yang menurun kepada anak-anaknya, antara lain: Anas bin Malik dan mewarnai perangainya di kemudian hari. Ya, kecerdasan biasanya melahirkan kecerdasan, kesabaran melahirkan kesabaran, dan keberanian melahirkan keberanian.
Sebelum menikah dengan Abu Thalhah, suaminya ialah Malik bin Nadhar, ayah Anas. Ketika dakwah Islam terdengar oleh Ummu Sulaim, segeralah ia dan kaumnya menyatakan keislamannya.2) Ummu Sulaim kemudian menawarkan Islam kepada suaminya yang ketika itu masih musyrik. Namun diluar dugaan, Malik justru marah kepadanya dan meninggalkannya. Malik akhimya pergi ke negeri Syam dan meninggal di sana.
Kecerdasan Ummu Sulaim
Setelah suami pertamanya meninggal, Ummu Sulaim menikah dengan Abu Thalhah. Ketika meminangnya, Abu Thalhah masih dalam keadaan musyrik. Sehingga Ummu Sulaim menolak pinangannya tersebut sampai Abu Thalhah mau masuk Islam. Anas mengisahkan cerita ini dari ibunya.
"Sungguh tidak pantas seorang musyrik menikahiku. Tidakkah engkau tahu, hai Abu Thalhah, bahwa berhala-berhala sesembahanmu itu dipahat oleh budak dari suku anu," sindir Ummu Sulaim.
"Jika kau sulut dengan api pun, ia akan terbakar," lanjutnya lagi.
Maka Abu Thalhah berpaling ke rumahnya. Akan tetapi, kata-kata Ummu Sulaim tadi amat membekas di hatinya. "Benar juga," gumamnya. Tak lama kemudian, Abu Thalhah menyatakan keislamannya. "Aku telah menerima agama yang kau tawarkan," kata Abu Thalhah kepada Ummu Sulaim. Maka berlangsunglah pernikahan mereka berdua. "Dan Ummu Sulaim tidak meminta mahar apapun selain keislaman Abu Thalhah," kata Anas.
Ketabahan Ummu Sulaim
Dari pernikahannya dengan Ummu Sulaim, Abu Thalhah dikaruniai dua orang anak. Satu di antaranya amat ia kagumi, namanya Abu 'Umair. Namun sayang, Abu 'Umair tidak berumur panjang. Ia dipanggil oleh Allah ketika masih kanak-kanak.
Anas bercerita, "Suatu ketika Abu 'Umair sakit parah. Tatkala adzan Isya' berkumandang, seperti biasanya Abu Thalhah berangkat ke masjid. Dalam perjalanan ke masjid, anaknya (Abu 'Umair) dipanggil oleh Allah.
Dengan cepat Ummu Sulaim mendandani jenazah anaknya, kemudian membaringkannya di tempat tidur. Ia berpesan kepada Anas agar tidak memberi tahu Abu Thalhah tentang kematian anak kesayangannya itu. Kemudian ia pun menyiapkan hidangan makan malam untuk suaminya.
Sepulangnya dari masjid, seperti biasa Abu Thalhah menyantap makan malamnya kemudian menggauli istrinya. Di akhir malam, Ummu Sulaim berkata kepada suaminya, "Bagaimana menurutmu keluarga si fulan? Mereka meminjam sesuatu dari orang lain tapi ketika diminta mereka tidak mau mengembalikannya, merasa keberatan atas penarikan pinjaman itu."
"Mereka telah berlaku tidak adil," kata Abu Thalhah. "Ketahuilah, sesungguhnya puteramu adalah pinjaman dari Allah dan kini Allah telah mengambilnya kembali," kata Ummu Sulaim lirih.
"lnna lillahi wa inna ilaihi raji'un.. Segala puji bagi-Mu, ya Allah," ucap Abu Thalhah dengan pasrah."
Keturunan yang Diberkati
Selepas mengantarkan kepergian buah hatinya, keesokan harinya Abu Thalhah menghadap Rasulullah Sholallahu 'alaihi wasalam. Tatkala bertatap muka dengannya, beliau mengatakan, "Semoga Allah memberkati kalian berdua nanti malam." Maka malam itu juga Ummu Sulaim hamil lagi, mengandung Abdullah bin Abi Thalhah.
Setelah melahirkan bayinya, Ummu Sulaim menyuruh Anas menghadap Rasulullah dengan menggendong bayi mungil itu sambil membawa beberapa butir kurma 'Ajwah. Kata Anas, "Sesampaiku di rumah Rasulullah Sholallahu 'alaihi wasalam, kudapati beliau sedang memberi cap pada untanya."
"Ya Rasulllah, semalam Ummu Sulaim melahirkan anaknya," kataku. Maka beliau memungut kurma yang kubawa lalu mengunyahnya dengan air liur beliau, kemudian menyuapkannya kepada si bayi. Bayi mungil itu mengulum kurma tadi dengan ujung lidahnya. Maka Rasulullah tersenyum sambil berkata,
"Memang, makanan kesukaan orang Anshar adalah kurma."
"Namailah dia, ya Rasulullah," pintaku kepadanya.
"Namanya Abdullah," jawab Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasalam.
Doa Rasulullah kepada Abu Thalhah ternyata tidak sekedar menjadikannya punya anak. Akan tetapi anak itu (Abdullah) kemudian tumbuh menjadi anak shalih yang dikaruniai tujuh orang keturunan yang shalih-shalih pula. Menurut penuturan salah seorang perawi yang bernama 'Abayah, ketujuh anak Abdullah bin Abi Thalhah tadi telah khatam al-Quran sewaktu masih kecil.
Keberanian Ummu Sulaim
Sosok wanita seperti Ummu Sulaim sulit dicari tandingannya. Selain cerdas dan penyabar, ia juga seorang pemberani. Anas menceritakan bahwa suatu ketika Abu Thalhah berpapasan dengan Ummu Sulaim ketika perang Hunain. Ia melihat bahwa ditangannya ada sebilah pisau, maka Abu Thalhah segera melapor kepada Rasulullah perihal Ummu Sulaim,
"Ya Rasulullah, lihatlah Ummu Sulaim keluar rumah sambil membawa pisau," kata Abu Thalhah.
"Ya Rasulullah, pisau ini sengaja kusiapkan untuk merobek perut orang musyrik yang berani mendekatiku," jawab Ummu Sulaim.
Menurut adz-Dzahabi, Ummu Sulaim juga ikut terjun dalam perang Uhud bersama Rasulullah. Ketika itu ia juga kedapatan membawa sebilah pisau.
Kecintaan Ummu Sulaim terhadap Rasulullah Sholallahu 'alaihi wasalam
Dalam Siyar-nya, adz-Dzahabi meriwayatkan dengan sanadnya dari Anas Rodhiallahu 'anhu. Katanya, "Suatu ketika Nabi Sholallahu 'alaihi wasalam berkunjung ke rumah Ummu Sulaim. Begitu ibuku tahu akan kunjungan Nabi Sholallahu 'alaihi wasalam, ia segera menyuguhkan kepadanya kurma dan minyak samin.
"Kembalikan saja kurma dan minyak saminmu ke tempatnya semula, karena aku sedang shaum," kata Rasulullah Sholallahu 'alaihi wasalam kepada ibuku.
Setelah itu Nabi Sholallahu 'alaihi wasalam bangkit menuju salah satu sisi rumahku, kemudian shalat sunnah dua rakaat dan mendoakan kebaikan bagi Ummu Sulaim dan keluarganya. Maka ibu berkata kepada beliau,
"Ya Rasulullah, aku memiliki hadiah khusus bagimu."
"Apa itu?" tanya Nabi Sholallahu 'alaihi wasalam.
"Orang yang siap membantumu, Anas," jawab ibu.
Seketika itulah Rasulullah Sholallahu 'alaihi wasalam memanjatkan doa-doa untukku, hingga tidak tersisa satu pun dari kebaikan dunia dan akhirat melainkan beliau doakan bagiku. "Ya Allah, karuniailah ia harta dan anak keturunan, serta berkahilah keduanya baginya," kata Rasulullah Sholallahu 'alaihi wasalam dalam doanya. Berkat doa inilah, aku menjadi orang Anshar yang paling banyak hartanya," kata Anas mengakhiri kisahnya.
Dalam riwayat lainnya Anas bin Malik Rodhiallahu 'anhu menceritakan "Ketika Rasulullah Sholallahu 'alaihi wasalam tiba di Madinah aku baru berumur delapan tahun. Waktu itu ibu menuntunku menghadap Rasulullah Sholallahu 'alaihi wasalam seraya berkata,
"Ya Rasulullah, tidak tersisa seorang Anshar pun kecuali datang kepadamu dengan hadiah istimewa. Namun aku tidak mampu memberimu hadiah kecuali puteraku ini, maka ambillah dia dan suruhlah dia membantumu kapan saja Anda inginkan.
Dikisahkan pula bahwa ketika itu Ummu Sulaim menyarungi Anas dengan setengah jilbabnya, dan menyelendanginya dengan sebagian gaunnya, kemudian menghadiahkannya kepada Rasulullah.
Di lain kesempatan, suatu ketika Rasulullah tidur siang di rumah
Ummu Sulaim.3) Karena Ummu Sulaim adalah wanita yang bersahaja, maka
ia hanya punya tikar kulit sebagai alas tidur Rasulullah.
Karena hawa yang panas, Rasulullah berkeringat hingga membasahi tikar itu,
lalu beliau bangun. Melihat tikar yang penuh keringat tadi, segera Ummu Sulaim
mengambil sebuah botol lalu dengan susah payah ia memeras tikarnya dan
menampung keringat nabawi itu dalam botolnya. Melihat ulahnya, Rasulullah Sholallahu 'alaihi wasalam bertanya keheranan, "Apa yang sedang engkau lakukan?" "Aku sedang mengambil berkah yang keluar dari tubuhmu," jawab Ummu Sulaim.4)
Diriwayatkan bahwa Ummu Sulaim kemudian mencampurkan keringat Nabi tersebut dalam wewangiannya.
Anas mengatakan bahwa Rasulullah Sholallahu 'alaihi wasalam tidak pernah masuk ke rumah wanita lain selain Ummu Sulaim. Ketika ditanya, beliau mengatakan bahwa dirinya kasihan kepada Ummu Sulaim, karena saudara kandungnya terbunuh dalam suatu peperangan bersama beliau.
Adz-Dzahabi menyebutkan bahwa saudara kandungnya itu bernama Haram bin Milhan yang mati syahid dalam tragedi Bi'r Ma'unah. Dialah yang mengatakan, "Demi Allah, aku beruntung!" ketika ditikam tombak dari belakang hingga tembus ke dadanya.
Suatu ketika, Rasulullah masuk ke rumah Ummu Sulaim. Di sana beliau melihat ada geriba air yang tergantung di dinding, lalu beliau meminumnya sambil berdiri. Maka segeralah Ummu Sulaim mengambil geriba itu dan memotong mulut geriba yang bersentuhan dengan mulut Rasulullah Sholallahu 'alaihi wasalam, kemudian menyimpannya.
Lihatlah bagaimana kecintaannya kepada Rasulullah Sholallahu 'alaihi wasalam, sehingga rela menghadiahkan buah hatinya yang baru berumur delapan tahun dan tidak menyiakan apa pun yang berhubungan dengan tubuh Rasulullah yang mulia itu.
Warisan Ilmiah Ummu Sulaim
Menurut adz-Dzahabi, Ummu Sulaim meriwayatkan empat belas hadits dari Rasulullah Sholallahu 'alaihi wasalam. Satu di antaranya muttafaq 'alaih, satu hadits khusus diriwayatkan oleh al-Bukhari, dan dua hadits oleh Muslim.
Ummu Sulaim wafat pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan Rodhiallahu 'anhu. Semoga Allah meridhainya dan menempatkannya dalam Firdaus yang tertinggi, beserta para Nabi, Shiddiqin, Syuhadaa', dan Shalihin.
<!--[if !supportLists]--><!--[if !supportLists]-->
1) Rumaisha' artinya wanita yang punya tahi mata, sedang Ghumaisha' artinya
yang bermata putih. (Lihat Kamus Kontemporer hal 992, 1360)
2) Ketika Ummu Sulaim masuk Islam, suaminya -Malik bin Nadhar- menyindirnya, "He!, kamu murtad dari agama leluhurmu ya ?" "Tidak aku justru beriman (kepada Allah)," jawab Ummu Sulaim. Kemudian ia menalqinkan bayinya -Anas- dengan kalimatut tauhid; "Ucapkan La ilaha illallah .. Muhammadun Rasulullah .. ," dan Anas pun mengucapkannya.
<!--[if !supportLists]-->Mendengar ucapan Anas tadi, ayahnya merasa gerah, "Jangan kau rusak keyakinan anakku!" bentak Malik. "Aku tidak merusak keyakinannya, aku justru menyiapkannya untuk suatu urusan besar yang tidak pernah kau duga," bantah Ummu Sulaim.
<!--[endif]-->3) Menurut Syaikh Abu Ishaq al-Huwaini, "Dengan memperhatikan berbagai nash dalam masalah ini, dapat disimpulkan bahwa Rasulullah Sholalalahu 'alaihi wasalam merupakan mahram bagi setiap wanita muslimah." Demikian pula yang diisyaratkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, bahwa hal ini termasuk salah satu kekhususan Rasulullah Sholallahu 'alaihi wasalam. (Fathul Bari, Kitab al-Isti'dzaan, bab Man Zaara Qauman fa-Qaala 'Indahum, syarah hadits no 5810).
2) Ketika Ummu Sulaim masuk Islam, suaminya -Malik bin Nadhar- menyindirnya, "He!, kamu murtad dari agama leluhurmu ya ?" "Tidak aku justru beriman (kepada Allah)," jawab Ummu Sulaim. Kemudian ia menalqinkan bayinya -Anas- dengan kalimatut tauhid; "Ucapkan La ilaha illallah .. Muhammadun Rasulullah .. ," dan Anas pun mengucapkannya.
<!--[if !supportLists]-->Mendengar ucapan Anas tadi, ayahnya merasa gerah, "Jangan kau rusak keyakinan anakku!" bentak Malik. "Aku tidak merusak keyakinannya, aku justru menyiapkannya untuk suatu urusan besar yang tidak pernah kau duga," bantah Ummu Sulaim.
<!--[endif]-->3) Menurut Syaikh Abu Ishaq al-Huwaini, "Dengan memperhatikan berbagai nash dalam masalah ini, dapat disimpulkan bahwa Rasulullah Sholalalahu 'alaihi wasalam merupakan mahram bagi setiap wanita muslimah." Demikian pula yang diisyaratkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, bahwa hal ini termasuk salah satu kekhususan Rasulullah Sholallahu 'alaihi wasalam. (Fathul Bari, Kitab al-Isti'dzaan, bab Man Zaara Qauman fa-Qaala 'Indahum, syarah hadits no 5810).
<!--[if !supportLists]--> 4) Mengenai bolehnya bertabarruk
dengan atsar (bekas) Rasulullah, banyak sekali dalilnya. Di antaranya riwayat
di atas. Namun hal ini hanya khusus berlaku bagi Rasulullah Sholallahu 'alaihi wasalam,
tidak untuk yang lain. Karena hanya beliaulah yang tubuhnya diberkahi, hingga
semua yang bersentuhan dengan tubuh beliau pun terkena berkahnya. Sedangkan
orang lain seshalih apa pun dia tidak bisa dikiaskan dengan Rasulullah. Karenanya
tidak ada seorang pun dari para sahabat maupun generasi berikutnya yang
ber-tabarruk dengan atsar Abu Bakar dan Umar. Padahal mereka sepakat bahwa
keduanya merupakan manusia paling mulia setelah para Nabi. <!--[endif]-->
Perlu diketahui pula bahwa berkah itu asalnya dari Allah. Dia
memberikan berkah tersebut pada apa saja yang dikehendakinya. Di antara berkah
tersebut ada yang bisa berpindah ke pemakainya, seperti bekas-bekas Rasulullah,
air zam-zam, minyak zaitun, dan benda-benda lain yang ditetapkan oleh syariat.
Namun ada juga yang hanya terbatas di waktu dan tempat tertentu. Karenanya
tidak dibenarkan seseorang ber-tabarruk dengan sesuatu yang tidak ada dalilnya,
karena hal itu dapat menjerumuskan pelakunya dalam syirik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar