Kamis, 18 April 2013

Umair ibnul Wahb Rodhiallahu 'anhu




Selesai Perang Badar, Umair ibnul Wahb kembali ke Mekah se­orang diri, sedangkan anaknya, Wahb tinggal menjadi tawanan kaum muslimin.

Umair amat mengkhawatirkan keselamatan jiwa anaknya dari tangan kaum muslimin. la khawatir kaum muslimin akan mem­berikan siksaan yang berat kepada anaknya sebagai balasan dari kejahatannya kepada Nabi Sholallahu 'alaihi wa salam dan para sahabat beliau sewaktu di Mekah.
Pada saat dhuha, Umair pergi ke Masjidil Haram untuk melaku­kan thawaf di Ka'bah dan meminta berkah dari berhala-berhala yang ada di situ. Ketika itu, ia mendapati Sofwan bin Umayyah sedang duduk di samping batu. Umair pun menemuinya dan berkata, "Selamat pagi, wahai pemimpin Quraisy."

Sofwan berkata, "Selamat pagi juga, ya Abu Wahb, silakan duduk. Mari kita berbincang sebentar karena waktu akan berlalu dengan berbincang-bincang."

Umair ibnul Wahb duduk di samping Sofwan bin Umayyah. Keduanya pun mulai membicarakan perihal Perang Badar dan perihal kekalahan kaum Quraisy. Mereka menghitung jumlah tawanan yang ada di tangan Muhammad dan sahabatnya.

Mereka amat terkejut dengan banyaknya pemimpin Quraisy yang mati dalam peperangan itu dan dikuburkan di Qalib. Lalu Sofwan bin Umayyah menarik napas panjang dan berkata, "Demi Allah, hidup ini akan lebih buruk tanpa mereka."

Umair berkata, "Demi Allah, engkau benar."

Lalu ia terdiam sejenak dan berkata, "Demi penguasa Ka'bah, kalaulah bukan karena utang yang tak bisa kutunaikan dan ke­hilangan keluarga yang amat aku khawatirkan pada mereka, sungguh akan aku temui Muhammad dan kubunuh ia. Aku hambat urusannya dan aku hentikan gangguannya."

Kemudian ia tertunduk lesu dan berkata, "Keberadaan anakku, Wahblah yang menyebabkanku harus pergi ke Yatsrib."

Sofwan bin Umayyah amat memahami perkataan Umair ibnul Wahb tersebut. la tidak mau kehilangan kesempatan emas itu. Lalu ia pun menoleh kepadanya dan berkata, "Ya Umair, limpahkan­lah semua utangmu kepadaku. Aku pasti akan membayarnya. Sedangkan keluargamu akan aku jamin keselamatannya dan kelangsungan hidupnya. Hartaku akan cukup membiayai semua­nya, dan mencukupkan kehidupannya."

Kemudian Umair berkata, "Tetapi, rahasiakanlah pembicaraan kita ini. Jangan engkau ceritakan kepada siapa pun!"
Sofwan menjawab, "Baiklah!"
Lalu Umair berdiri dari duduknya. Bara dendam bergejolak menyesak dadanya terhadap Muhammad Sholallahu 'alaihi wa salam .. la mulai mem­persiapkan keberangkatannya. la tidak ragu lagi terhadap per­jalanannya, walaupun banyak keluarga tawanan Quraisy yang ragu dan takut pergi ke Yatsrib untuk menebus keluarganya.

Umair mengambil pedangnya, mengasah dan melumurinya dengan racun. la meminta kendaraannya dan segera semuanya dipersiapkan untuknya. Ia langsung menungganginya. Matanya jauh rnemandang ke Madinah dan hatinya penuh dengan perasaan dendam dan marah.

Setelah Umair tiba di Madinah, ia menuju masjid menemui Rasulullah Sholallahu 'alaihi wa salam .. Ketika telah dekat, ia menambatkan kendaraan­nya dan turun.

Kctika itu, Umar ibnul Khaththab bersama sahabat lain sedang duduk di dekat pintu masjid. Mereka saling berbicara tentang Perang Badar, para tawanan, dan sahabat yang telah tewas ter­bunuh di medan peperangan. Mereka menghitung jumlah korban pahlawan kaum muslimin dari kaum Muhajirin dan Anshar. Mereka bersyukur atas pertolongan Allah kepada mereka dan ke­kalahan serta kehinaan yang menimpa musuh mereka.

Tanpa sengaja, Umar menoleh. la melihat Umair ibnul Wahb turun dari kudanya. la berjalan menuju masjid dengan pedang yang tergantung di lehernya. Jantung Umar berdetak keras dan berkata, "Itu Umair ibnul Wahb, musuh Allah. Demi Allah, aku yakin ia datang dengan maksud jelek. la telah memengaruhi kaum musyrikin di Mekah. Ia adalah mata-mata mereka untuk kita sebelum Perang Badar."

Umar berkata kepada sahabat yang lain, "Pergilah kalian meng­hadap Rasulullah Sholallahu 'alaihi wa salam dan katakan kepadanya tentang maksud buruk makhluk jelek pembuat makar ini."
Lalu Umar bergegas menemui Rasulullah Sholallahu 'alaihi wa salam dan berkata, "Ya Rasulullah, musuh Allah, Umair ibnul Wahb datang dengan memanggul pedang, aku yakin ia pasti datang dengan maksud buruk."

Rasulullah berkata, "Suruhlah ia masuk."
Al-Faruq kemudian mendatangi Umair ibnul Wahb dan me­narik bajunya dengan kuat, mengikat lehernya dengan pedang­nya, dan membawanya menghadap Rasulullah Sholallahu 'alaihi wa salam..
Ketika Rasulullah melihat Umair ibnul Wahb, beliau berkata kepadanya, "Ya Umar, lepaskanlah dia."

Umar pun melepaskan ikatannya. Kemudian Rasulullah berkata," Mundurlah darinya!" Umar pun mundur. Lalu Rasulullah memandang Umair dan berkata, "Mendekatlah, wahai Umair."
Kemudian Umair mendekat dan berkata, "An' im shabahan (ucapan selamat orang Arab masa Jahiliah)."
Rasulullah Sholallahu 'alaihi wa salam bekata, "Allah telah memuliakan kami dengan ucapan selamat yang lebih baik daripada ucapan selamat yang engkau ucapkan, ya Umair. Allah telah memuliakan kami dengan ucapan Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Itu adalah ucapan selamat para ahli surga." Umair berkata, "Demi Allah, ucapan selamat engkau tidaklah begitu jauh dengan ucapan selamat kami. Ucapanmu itu baru ada belum lama ini."
Rasulullah Sholallahu 'alaihi wa salam lalu berkata kepadanya, "Ada maksud apa engkau datang, ya Umair?"
Ia menjawab, "Aku datang agar kau melepaskan seorang tawan­an yang ada di tangan kalian. Berbuat baiklah kalian kepadaku untuknya."
Kemudian Rasulullah bertanya, "Lalu bagaimana dengan pedang yang ada di lehermu itu?"
Umair berkata, "Itu adalah pedang yang paling jelek. Pedang ini tidak dapat membantu kami sedikit pun pada Perang Badar."
Rasulullah lalu berkata, "Jujurlah, apa maksudmu datang ke sini?"
la berkata, "Benar, aku hanya datang untuk itu."
Rasulullah Sholallahu 'alaihi wa salam berkata, "Bukankah engkau telah duduk bersama Sofwan bin Umayyah dekat batu itu beberapa hari yang lalu? Kalian membincangkan perihal korban Quraisy di sumur Qulaib dan engkau berkata, 'Kalaulah bukan karena utang dan keluargaku, sungguh aku akan menyusul ke Madinah untuk membunuh Muhammad.' Maka Sofwan bin Umayyah pun menanggung semua utangmu dan keluarga­mu agar engkau pergi membunuhku. Tetapi Allah menghalangimu melaksanakan niat jelek itu."
Umair terlihat kebingungan. Kemudian ia dengan tenang ber­kata, "Aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasul Allah." Lalu ia meneruskan perkataannya, "Sungguh, kami telah mendustakan­mu, apa yang kau bawa dari langit, wahyu yang diturunkan ke­padamu, tetapi pembicaraanku dengan Sofwan bin Umayyah tidak seorang pun yang mengetahuinya kecuali aku dan dia. Demi Allah, aku yakin pasti Allah telah memberitahumu. Mahasuci Allah yang telah menggiringku kepadamu dan memberiku hidayah kepada Islam." Kemudian ia mengucapkan syahadatain lalu memeluk Islam.
Kemudian Rasulullah berkata kepada para sahabat beliau, "Ajarkanlah saudaramu ini tentang Islam. Ajarkan kepadanya Al-Qur'an, dan bebaskanlah anaknya."
Kaum muslimin bergembira dengan masuk Islamnya Umair ibnul Wahb, sehingga Umar ibnul Khaththab berkata, "Sungguh, babi lebih aku sukai daripada Umair ibnul Wahb ketika ia datang menemui Rasulullah. Dan sekarang, Umair ibnul Wahb lebih aku cintai daripada sebagian anak-anakku."
Setelah itu, Umair selalu membersihkan dirinya dengan mem­pelajari Islam, memenuhi dadanya dengan Al-Qur'an, menghidup­kan hari-harinya dengan melupakan semua yang terjadi di Mekah.
Sedangkan Sofwan bin Umayyah berangan-angan di dalam diri­nya dan mengumpulkan kaum Quraisy dan berkata, "Bergembira­kah kalian dengan berita yang sebentar lagi akan sampai kepada kalian, sehingga kalian pun terlupa dengan tragedi Badar."
Setelah Sofwan bin Umayyah menunggu lama, terbersit ke­khawatiran di hatinya sedikit demi sedikit. Kekhawatiran itu se­makin memuncak di hatinya. Kemudian ia mulai mencari-cari informasi dari para kafilah dagang tentang Umair ibnul Wahb. Tetapi ia tidak mendapatkannya. Lalu pada suatu hari, datang seseorang kepadanya dan berkata, "Umair telah memeluk Islam."
Berita itu bagaikan petir di siang hari. Ia menyangka Umar tidak akan memeluk Islam meskipun seisi bumi memeluk Islam.
Di Madinah, Umair terus mempelajari Islam dan menghafal sebagian ayat-ayat Al-Qur'an. Lalu ia menemui Rasulullah Sholallahu 'alaihi wa salam dan berkata, "Ya Rasulullah, sudah bertahun-tahun aku terus berupaya memadamkan cahaya Allah dan mengganggu setiap orang yang memeluk Islam. Sekarang, izinkanlah aku kembali ke Mekah untuk mengajak Quraisy kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika mereka menerima, maka itu lebih baik bagi mereka. Jika mereka menolak ajakanku, maka aku akan mengganggu mereka sebagai­mana aku dahulu mengganggu sahabat Rasulullah Sholallahu 'alaihi wa salam."
Lalu Rasulullah Sholallahu 'alaihi wa salam pun mengizinkannya. Ketika ia sampai di Mekah, ia mendatangi rumah Sofwan bin Umayyah dan berkata,
"Ya Sofwan, engkau adalah salah seorang pemimpin Mekah, cendekiawan Quraisy, bagairnana pendapatmu tentang batu-­batu, sembelihan yang kalian sembah, apakah ia pantas disebut sebagai sebuah agama? Sekarang, aku telah mengakui dan ber­saksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah."
Umair mulai mengajak penduduk Mekah kepada Allah, sehingga banyak di antara mereka yang memeluk Islam karena ajakannya. Allah telah melipatgandakan pahala Umair ibnul Wahb dan menerangi kuburannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar